PAKSI dan Jejaring Antikorupsi

Daisy Novira

Tulisan ini terinspirasi dari buku yang ditulis Dr.Titiek Kartika Hendrastiti,M.A menjelang masa purna bhaktinya berjudul Circle of Influence: Sisterhood in Female Academia Networking . Ketika menghadiri undangan launching bukunya terasa semangat yang mulai redup kembali bangkit, bertemu dengan teman-teman lama dengan latar belakang berbeda tetapi memiliki roh yang sama : perlawanan terhadap ketidakadilan. Mereka berasal dari komunitas feminis yang memperjuangkan hak-hak perempuan yang termarginalisasi, kaum akademisi baik dosen maupun mahasiswa  dan ada mantan anggota DPRD yang sudah lama meninggalkan dunianya karena “tidak punya teman di sana”, putar haluan bergerak untuk hal-hal yang lebih bermakna dan bermanfaat bagi orang lain.

Akhirnya, apapun latar belakang pendidikan dan tempat bekerja, disatukan dalam satu forum yang membangkitkan semangat perjuangan bagaikan tubuh yang layu dan kulit memucat mendapatkan transfusi darah segar. Beberapa kutipan dalam halaman Author Forewords mengingatkan kembali makna mendalam dan substansial arti sebuah perjuangan yang tidak dapat dihentikan.

With deep gratitude and reflection, I write this acknowledgement as I bid farewell to the Faculty of Social and Political Sciences after enriching 39-year journey. This book, Circle of Influences: Sisterhood in Female Academia Networking, is more than just a farewell-it is a testament to the power of collaboration, solidarity and intellectual kinship among women academia”

“I hope that Circles of Influences serves as a catalyst for young academics to embrace research and advocacy with integrity, critical thinking, and a sense of purpose. May it encourage the creation of new schools of thought, expanding the space for women’s leadership in social and political spheres.”

“Throughout my years of teaching, I have been deeply influenced by Paulo Freire’s vision of education as a path of liberation. His thoughts of education as a practice of freedom resonate strongly with my own beliefs. I have always seen the classroom not just as a space for transferring knowledge, but as a place where students discover their voices and learn to think critically about the world around them”

Suara-suara berisik dalam ruang publik menggema dalam mensikapi perilaku koruptif maupun tindakan korupsi seperti hal yang sudah “lumrah, biasa, dan tanpa rasa”, belum lagi ditambah drama-drama yang mengalahkan cerita sinetron di televisi, bisa saja mematahkan semangat dan membuat geram para aktivis antikorupsi. Kutipan-kutipan di atas cukup relate dengan para PAKSI yang berperan melakukan edukasi antikorupsi kepada siapa saja dalam kesempatan apapun dan dimanapun.

PAKSI dituntut untuk selangkah lebih maju dan tidak terjebak dalam rutinitas yang membosankan dalam memberikan edukasi antikorupsi, sekedar melengkapi portofolio pasca sertifikasi kemudian berhenti kehabisan nafas karena digerus kesibukan-kesibukan dengan alasan memprioritaskan “tugas utama” , ada kepentingan lain yang mendesak, dan pada akhirnya melupakan motivasi awal “untuk apa menjadi PAKSI” ?? Lupa, bahwa uang negara yang bersumber dari uang pajak rakyat  sudah dipertaruhkan untuk alokasi biaya antisipasi korupsi.

Naik turunnya semangat dalam perjuangan sebagai indikator untuk saatnya segera introspeksi diri, bukan terlena asyik dalam ketidakpedulian. PAKSI punya tanggung jawab besar. Bukan sekedar pertanggungjawaban terhadap rakyat yang menderita akibat korupsi, bukan sekedar tanggung jawab mendidik generasi muda menjadi tangguh menghadapi tantangan dunia yang semakin tidak pasti dan penuh drama, tetapi ada yang lebih besar yaitu pertanggungjawaban sebagai musafir yang sedang travelling kepada Sang Pencipta yang menugaskan manusia di dunia sementara. Laporan pertanggungjawaban kinerja selama di tempat sementara ini, ketika dipanggil pulang ke rumah yang sesungguhnya. Sudah siap?

Forum sebagai wadah yang menyatukan PAKSI berbagi kisah suka maupun duka, sudah sepatutnya juga menjadi wadah saling membangun kekuatan merekatkan rasa kebersamaan tak terpisahkan, walaupun dalam langkah-langkah tertatih tetap berpegangan tangan, saling menjaga untuk tidak jatuh. Sudahkanh kita memanfaatkan ruang ini secara optimal atau hanya sekedar formalitas memenuhi tuntutan di atas kertas? Bagaimana kita mau mengedukasi sasaran penyuluhan untuk memiliki critical thinking terhadap kasus-kasus korupsi jika kita sendiri tidak bisa (atau tidak berani) mengkritisi diri sendiri? Sudah saatnya berbenah dan menjadi lebih baik lagi, bukannya malah berhenti dan semakin menjauh dari cita-cita semula dan mimpi menjadi PAKSI.

Saya meyakini di antara sekian banyak berita yang menjatuhan semangat, di antara banyak orang yang membuat alergi berkepanjangan dan kita merasa tidak memiliki chemistry dengan mereka, masih ada orang-orang yang bersedia membangun jejaring dan rela berjuang bersama mulai dari ruang-ruang kecil. Bangunlah pula-pulau integritas dimanapun kita berada, tidak ada kata sia-sia untuk sebuah gerakan sekecil apapun. Gempa-gempa dengan skala kecil bisa menjadi ledakan yang meluluhlantakkan secara tiba-tiba tanpa kita ketahui, kita tidak tahu kepak sayap kupu-kupu hari ini bisa mendatangkan perubahan peradaban di masa depan bahkan sampai seberang lautan.

Ketika asesor memberikan rekomendasi ”Kompeten” itu bukan akhir sebuah perjuangan yang membanggakan, bukan! tetapi awal perjuangan sebagai PAKSI menghadapi medan tempur yang sesungguhnya. Selamat berjuang, tidak ada kata berhenti.

Mulailah perbaiki sisa umurmu Tidak ada jaminan soal hidayah, mungkin kau istiqomah Esok mungkin saja kau berbalik arah Maka lakukanlah kebaikan walaupun sekecil apapun Tetaplah berjalan di atas taat Walaupun selambat apapun Boleh lelah Tapi jangan ada kata menyerah (@ahmadbudiannor)

Tinggalkan komentar

Master Siap Beraksi.....!

jujur, kompeten, berdAya.....!

Get in touch
Kirim Pesan
1